Nama
: Achmad Syarif H.
Kelas
: 2KA04
NPM
: 10113100
Mata
Kuliah : Teori Organisasi Umum 1
Pengertian
Konflik
Konflik
dapat diartikan adalah segala macam interaksi pertentangan atau
antagonistik antara dua atau lebih pihak. Terlepas dari faktor-faktor
yang melatar belakanginya, konflik merupakan suatu gejala dimana
individu atau kelompok menunjukkan sikap atau perilaku “bermusuhan”
terhadap individu atau kelompok lain, sehingga mempengaruhi kinerja
dari salah satu atau semua pihak yang terlibat.
Keberadaan konflik dalam organisasi, ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari bahwa telah terjadi konflik di dalam organisasi, maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah terjadi konflik, maka konflik tersebut menjadi suatu kenyataan.
Jenis-jenis
Konflik
Terdapat
berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang digunakan
untuk membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik atas dasar
fungsinya, ada pembagian atas dasar pihak-pihak yang terlibat dalam
konflik, dan sebagainya.
- Konflik Dilihat dari Fungsi
Berdasarkan fungsinya, Robbins
(1996:430) membagi konflik menjadi dua macam, yaitu: konflik
fungsional (Functional Conflict) dan konflik
disfungsional
(Dysfunctional Conflict). Konflik fungsional adalah konflik yang
mendukung pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki
kinerja
kelompok. Sedangkan konflik disfungsional adalah konflik yang
merintangi pencapaian tujuan kelompok.
Kriteria yang membedakan apakah
suatu konflik fungsional atau disfungsional adalah dampak konflik
tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja individu. Jika
konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang
memuaskan bagi individu, maka konflik tersebutdikatakan fungsional.
Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya memuaskan individu
saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik tersebut
disfungsional.
- Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya
Berdasarkan pihak-pihak yang
terlibat di dalam konflik, Stoner dan Freeman (1989:393) membagi
konflik menjadi enam macam, yaitu:
- Konflik dalam diri individu (conflict within the individual).Terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya.
- Konflik antar-individu (conflict among individuals).Terjadi karena perbedaan kepribadian (personality differences) antara individu yang satu dengan individu yang lain.
- Konflik antara individu dan kelompok (conflict among individuals and groups).Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma - norma kelompok tempat ia bekerja.
- Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same organization).Terjadi karena masing - masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.
- Konflik antar organisasi (conflict among organizations).Terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumberdaya yang sama.
- Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict among individuals in different organizations).Terjadi sebagai akibat sikap atau perilaku dari anggota suatu organisasi yang berdampak negatif bagi anggota organisasi yang lain. Misalnya, seorang manajer public relations yang menyatakan keberatan atas pemberitaan yang dilansir seorang jurnalis.
- Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur OrganisasiWinardi (1992:174) membagi konflik menjadi empat macam, dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut:
- Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan bawahan.
- Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjandi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang setingkat.
- Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
- Konflik peran, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan.Di samping klasifikasi tersebut di atas, ada juga klasifikasi lain, misalnya yang dikemukakan oleh Schermerhorn, et al. (1982), yang membagi konflik atas: substantive conflict, emotional conflict, constructive conflict, dan destructive conflict.
Sumber-Sumber
Konflik
Menurut Robbins (1996), konflik
muncul karena ada kondisi yang melatar belakanginya (antecedent
conditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga sebagai sumber
terjadinya konflik, terdiri dari tiga ketegori, yaitu: komunikasi,
struktur, dan variabel pribadi.
Komunikasi.
Komunikasi yang buruk, dalam arti
komunikasi yang menimbulkan kesalah pahaman antara pihak-pihak yang
terlibat, dapat
menjadi sumber konflik. Suatu
hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan semantik, pertukaran
informasi yang tidak cukup, dan gangguan
dalam saluran komunikasi
merupakan penghalang terhadap komunikasi dan menjadi kondisi
anteseden untuk terciptanya konflik.
Struktur.
Istilah struktur dalam konteks
ini digunakan dalam artian yang mencakup: ukuran (kelompok), derajat
spesialisasi yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan
jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan
tujuan kelompok, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat
ketergantungan antara kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran
kelompok dan derajat spesialisasi merupakan variabel yang mendorong
terjadinya konflik. Makin besar kelompok, dan makin terspesialisasi
kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik.
Variabel
Pribadi.
Sumber konflik lainnya yang
potensial adalah faktor pribadi, yang meliputi: sistem nilai yang
dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik kepribadian yang
menyebabkan individu memiliki keunikan (idiosyncrasies) dan berbeda
dengan individu yang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa tipe
kepribadian tertentu, misalnya, individu yang sangat otoriter,
dogmatik, dan menghargai rendah orang lain, merupakan sumber konflik
yang potensial. Jika salah satu dari kondisi tersebut terjadi dalam
kelompok, dan para karyawan menyadari akan hal tersebut, maka
muncullah persepsi bahwa di dalam kelompok terjadi konflik. Keadaan
ini disebut dengan konflik yang dipersepsikan (perceived conflict).
Kemudian jika individu terlibat secara emosional, dan mereka merasa
cemas, tegang, frustrasi, atau muncul sikap bermusuhan, maka konflik
berubah menjadi konflik yang dirasakan (felt conflict). Selanjutnya,
konflik yang telah disadari dan dirasakan keberadaannya itu akan
berubah menjadi konflik yang nyata, jika pihak-pihak yang terlibat
mewujudkannya dalam bentuk perilaku.
Misalnya, serangan secara
verbal, ancaman terhadap pihak lain, serangan fisik, huru-hara,
pemogokan, dan sebagainya.
Strategi
Penyelesaian Konflik
Integrating
(Problem Solving). Dalam gaya
ini pihak-pihak yang berkepentingan secara bersama-sama
mengidentifikasikan masalah yang dihadapi, kemudian mencari,
mempertimbangkan dan memilih solusi alternatif pemecahan masalah.
Gaya ini cocok untuk memecahkan isu-isu kompleks yang disebabkan oleh
salah paham (misunderstanding), tetapi tidak sesuai untuk memecahkan
masalah yang terjadi karena sistem nilai yang berbeda. Kelemahan
utamanya adalah memerlukan waktu yang lama dalam penyelesaian
masalah.
Obliging
(Smoothing). Sesuai dengan
posisinya dalam gambar di atas, seseorang yang bergaya obliging lebih
memusatkan perhatian pada upaya untuk memuaskan pihak lain daripada
diri sendiri. Gaya ini sering pula disebut smothing (melicinkan),
karena berupaya mengurangi
perbedaan-perbedaan
dan menekankan pada persamaan atau kebersamaan di antara pihak-pihak
yang terlibat. Kekuatan strategi ini terletak pada upaya untuk
mendorong terjadinya kerjasama. Kelemahannya, penyelesaian bersifat
sementara dan tidak menyentuh masalah pokok yang ingin dipecahkan.
Dominating
(Forcing). Orientasi pada diri
sendiri yang tinggi, dan rendahnya kepedulian terhadap kepentingan
orang lain, mendorong
seseorang
untuk menggunakan taktik “saya menang, kamu kalah”. Gaya ini
sering disebut memaksa (forcing) karena menggunakan legalitas formal
dalam menyelesaikan masalah. Gaya ini cocok digunakan jika cara-cara
yang tidak populer hendak diterapkan dalam penyelesaian masalah,
masalah yang dipecahkan tidak terlalu penting, dan waktu untuk
mengambil keputusan sudah mepet. Tetapi tidak cocok untuk menangani
masalah yang menghendaki partisipasi dari mereka yang terlibat.
Kekuatan utama gaya ini terletak pada minimalnya waktu yang
diperlukan. Kelemahannya, sering menimbulkan kejengkelan atau rasa
berat hati untuk menerima keputusan oleh mereka yang terlibat.
Avoiding.
Taktik menghindar (avoiding) cocok digunakan untuk menyelesaikan
masalah yang sepele atau remeh, atau jika biaya yang harus
dikeluarkan
untuk konfrontasi jauh lebih besar daripada keuntungan yang akan
diperoleh. Gaya ini tidak cocok untuk menyelesaikan masalah - malasah
yang sulit atau “buruk”. Kekuatan dari strategi penghindaran
adalah jika kita menghadapi situasi yang membingungkan atau mendua
(ambiguous
situations). Sedangkan kelemahannya, penyelesaian masalah hanya
bersifat sementara dan tidak menyelesaikan pokok masalah.
Compromising.
Gaya ini menempatkan seseorang pada posisi moderat, yang secara
seimbang memadukan antara kepentingan sendiri dan kepentingan orang
lain. Ini merupakan pendekatan saling memberi dan menerima
(give-and-take approach) dari pihak-pihak yang terlibat.Kompromi
cocok digunakan untuk menangani masalah yang melibatkan pihak-pihak
yang memiliki tujuan berbeda tetapi memiliki kekuatan yang sama.
Misalnya, dalam negosiasi kontrak antara buruh dan majikan. Kekuatan
utama dari kompromi adalah pada prosesnya yang demokratis dan tidak
ada pihak yang merasa dikalahkan. Tetapi penyelesaian konflik kadang
bersifat sementara dan mencegah munculnya kreativitas dalam
penyelesaian masalah.
Referensi :
Buku:
- Sukanto R & T. Hani Handoko. Organisasi Perusahaan. PBFE, Yogyakarta. 2000.
- Widyatmini & Izzati A. Pengantar Organisasi dan Metode, Gunadarma, Jakarta, 1995.
- Wursanto, Ig. 2005, Dasar-dasar Ilmu Organisasi, ANDI, Yogyakarta, 2005.
Jurnal:
- Hasiholan, 2012, Teori Organisasi Suatu Tinjauan Perspektif Sejarah, Jurnal Dinamika Sains, Vol. 10, No 24
cara mudah aktivasi career center gunadarma:
BalasHapuscara Mudah aktivasi Career Center Gunadarma
silahkan main ke blog kami yaa